PABRIK GULA KEDUNGBANTENG - JEJAK KEJAYAAN GULA DI SRAGEN

Bekas Rumah Dinas PG Kedungbanteng

 Pada tahun 1919 pabrik gula PG Mojo yang saat itu masih berusia 30 tahun menghadapi 2 pilihan antara memperbesar area pabrik atau membangun pabrik baru. Hal ini di dasari oleh luasnya perkebunan tebu yang saat itu tidak di imbangi dengan kapasitas giling. Memang pada tahun-tahun tersebut produk gula sedang di minati oleh pengusaha eropa dan menjadi komoditas unggul di Hindia Belanda.

Dengan adanya pertimbangan bahwa nantinya akan mendapat limpahan mesin bekas dari PG Comal Pemalang maka diputuskanlah untuk membangun pabrik baru yang berlokasi di Distrik Gondang. Lokasi pembangunan ini sengaja dipilih karena Gondang pada waktu itu merupakan salah satu wilayah yang ramai penduduk sehingga memudahkan dalam perekrutan tenaga kerja. Lokasinya pun juga berdekatan dengan jalur kereta api Staatspoorwegen yang mana tentu akan memudahkan dalam mobilitas barang. Pertimbangan lain adalah dekat dengan Sungai Sawur sehingga mudah untuk membuang limbah produksi.

Stasiun Kedungbanteng

Pada bulan Juni 1921 pembangunan PG Kedungbanteng dimulai, pembangunan ini disertai dengan pembangunan sarana lain seperti bendungan, stasiun pompa dan irigasi untuk mengalirkan air ke ladang tebu. Pembangunan sempat meleset setahun dari target karena hibah mesin dari PG Comal terlambat tiba, mesin-mesin dari Comal ini baru tiba di Kedungbanteng tahun 1923.

Pada 25 April 1924 pabrik gula Kedungbanteng akhirnya diresmikan. Pada saat peresmian dihadiri oleh beberapa pejabat penting seperti Pakubuwono X, Pangeran Adipati Aria Prang Wedana, Residen Surakarta, Residen Sragen, Bupati Sragen dan para pembesar PG Mojo. Pada giling perdana PG Kedungbanteng berhasil menggiling 15000 batang tebu per harinya, hal ini tentu membanggakan bagi N.V Cultuurmaatschappij Lawoe sebagai pengelola pabrik.

Area Rumah Dinas Pegawai PG Kedungbanteng

Perjalanan PG Kedungbanteng ini sempat mengalami pasang surut, bagaimana tidak sehabis giling perdana saja pada tahun 1924 pabrik ini ditutup sementara dan baru memulai giling lagi pada 19 Juni 1929. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah internal dalam kepengurusan pabrik.

Pada masa beroperasinya PG Kedungbanteng, tebu sedang menjadi primadona di tanah Jawa. Di berbagai tempat di Jawa bermunculan pabrik-pabrik gula, apalagi Yogyakarta yang saat itu paling banyak memiliki pabrik gula sejumlah 19 pabrik. Dan menurut sumber yang saya baca di era 1930an tercatat ada 179 pabrik gula yang beroperasi. Dengan berdirinya PG Kedungbanteng secara resmi Sragen memiliki 2 pabrik gula, hal ini membuktikan betapa melimpahnya komoditas tebu yang ada di Sragen kala itu.

Salah Satu Sudut Rumah Dinas PG Kedungbanteng

Namun krisis malaise yang terjadi pada tahun 1929 mengakibatkan anjloknya harga gula di pasaran. Hal ini mengakibatkan ditutupnya beberapa pabrik gula di Jawa untuk mengurangi jumlah produksi, kesepakatan ini dikenal dengan kesepakatan Charbourne. PG Kedungbanteng pun menjadi salah satu pabrik yang di tutup sejak 25 Februari 1932 hingga sekarang.

Pasca ditutup PG Kedungbanteng ini diratakan oleh pemilik sehingga kita sulit menemukan bekas-bekas bangunan pabriknya. Saat ini yang tersisa hanyalah beberapa rumah dinas yang masih utuh, kemungkinan dahulu rumah-rumah ini dijual oleh pemiliknya sehingga keberadaan nya masih terawat.

Jalanan Di Sekitar Lokasi Eks Rumah Dinas

Kini setelah 92 tahun di lokasi hanya tersisa beberapa rumah dinas bergaya khas rumah kolonial, rumah-rumah ini bisa anda temukan di sekitar Kantor Kecamatan Gondang. Sedangkan bekas pabriknya sudah tidak ada, namun menurut peta Belanda yang saya lihat (maps leiden) eks lokasi pabrik sekarang menjadi kampung Gondangbaru.
Lokasi PG Kedungbanteng

(Juni Hartanto)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUK LEDENG JETAK - SISA PENINGGALAN KEJAYAAN GULA DI SRAGEN

PERTIGAAN BATUJAMUS - SAKING FENOMENALNYA SAMPAI DIBIKIN LAGU